Jumat, 10 Februari 2012

Menggerakkan Jari Telunjuk Ketika Tasyahud

Menggerakkan Jari Telunjuk Ketika Tasyahud

Segala puji hanya milik Allah, yang telah menurunkan Al-Qur’an yang mulia sebagai petunjuk yang sempurna dan tidak ada keraguan di dalamnya. Semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad sebagai utusan Allah, yang telah menjelaskan syariat Islam secara sempurna, sehingga umatnya terhindar dari jurang kesesatan. Selanjutnya kepada sahabat, dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka dengan baik hingga akhir zaman. Amma ba’du.

Shalat merupakan bentuk ibadah yang sangat agung, di dalam rangkaian ibadah inilah seorang hamba mampu menjalin kontak langsung dengan Rabb-nya. Ibadah shalat terikat dengan pensyariatan yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sehingga untuk melaksanakan ibadah shalat harus berpedoman kepada Al-Qur’an dan sunnah dengan pemahaman yang benar. Kaidah ushul fiqih mengatakana bahwa hukum asal ibadah itu adalah tauqifiyah (tata cara pelaksanaannya terikat dengan dalil). Karena ibadah tidak akan diterima di sisi Allah kecuali jika memenuhi dua syarat yaitu ikhlas dan itiba’ (mengikuti petunjuk dan tuntunan nabi) dengan pemahaman para sahabat. Yaitu melakukan gerakan shalat sesuai dengan yang berliau ajarkan pada para sahabat, sebagaimanan sabada beliau, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian lihat aku shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Maknanya bahwa hendaknya shalat yang kita lakukan sesuai dengan yang dilihat oleh para sahabat, karena perintah tersebut pertama kalinya diterima oleh sahabat dan mereka yang melihat Rasul shalat, dan bagi kita yang hidup masa sekarang diwajibkan untuk mengikuti prakter shalatnya para sahabat dan menjauhi perkara bid’ah (yang tidak ada tuntunan dan contohnya). Pada masa sahabat praktek shalat tidak mengalami banyak masalah, hal ini dikarenakan para sahabat bisa melihat langsung Rasulullah shalat, sehingga semua gerakan yang disunnahkan oleh nabi diketahui oleh para sahabat, begitu juga sebaliknya ketika mereka melakukan kesalah maka nabi sendiri yang meluruskan kesalahan mereka sehingga bid’ah terhindar dari para sahabat.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, dari generasi ke generasi, petunjuk ibadah shalat mulai terlupakan dan terkaburkan akibat bid’ah yang tumbuh subur, seolah-olah yang sunnah dianggap bid’ah dan sebaliknya bid’ah dianggap sunnah.

Bahkan ibadah sunnah ada yang terkubur sama sekali. Sebagaimana yang diprediksikan Ibnu Abbas ra., “Tidaklah datang kepada manusia suatu tahun kecuali mereka telah membuat suatu kebid’ahan di dalamnya dan telah mematikan satu sunnah, sehingga hiduplah bid’ah tersebut dan matilah sunnah.” (Diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al-Kabir, Al-Haitsimi berkata dalam Majmu’ Azzawaid (2/188): Perawinya shahih).

Apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas tersebut ternyata benar dan telah terjadi pada saat sekarang, sunnah telah ditinggalkan dan bid’ah tumbuh subur. Salah satu contoh sunnah yang sudah ditinggalkan, bahkan tidak diketahui oleh kaum muslimin yaitu tahrik (menggerak-gerakkan jari telunjuk pada saat tasyahud). Sunnah ini hampir tidak dikenal oleh sebagian besar umat Islam apalagi untuk mengamalkannya, bahkan sudah dianggap sebagai hal yang asing. Sehingga mereka yang tidak mengetahui sunnah ini akan merasa heran, lebih parah lagi sampai mencaci, meperolok-olok dan membenci orang yang melakukannya. Hal ini terjadi akibat faktor kebodohan yang melanda kaum muslimin, jauhnya sebagian umat Islam dari ilmu dien, dan tidak mau bertanya kepada ahli ilmu yakni para ulama, karena mereka yang menjaga warisan nabi dan merekalaah yang bisa menembus dimensi waktu sampai ke zaman kenabian melalui petunjuk yang ditinggalkan oleh Rasulullah. Untuk memperkenalkan dan memunculkan kembali sunnah-sunnah Rasul yang hampir terlupakan dalam shalat, maka dalam penulisan edisi kali ini akan membahas tentang masalah TAHRIK (menggerakkan jari telunjuk) pada saat tasyahud.
  1. Cara Berisyarat dengan Jari Telunjuk Ketika Tasyahud
    Dalam shalat, berisyarat dengan jari telunjuk pada saat tasyahud merupakan salah satu diantara gerakan shalat yang dilihat oleh para sahabat. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits, dari Abdullah bin Zubair, dia berkata: “Rasulullah apabila duduk setelah dua rakaat dan empat rakaat maka beliau melatakkan kedua tangannya di atas paha, kemudian mengisyaratkan dengan jari telunjuknya.” (Shahih Sunan Abi Dawud 908-910, shahih Muslim, shahih Sunan an Nasa’l 99/1160). Riwayat yang semakna dengan hadits ini juga dijelaskan pada hadits lain, seperti riwayat Ibnu Umar, Abdullah bin Zubair, Abu Humaid as Sa’idi, dan Numair al Khuza’i.

    Para ulama menjelaskan tentang makna dan tatacara berisyarat pada hadits di atas kepada dua bentuk: Pertama, berisyarat tanpa menggerak-gerakkan jari telunjuk dari awal hingga akhir. Kedua, berisyarat dengan menggerak-gerakkan (berulang-ulang) jari telunjuk dari awal hingga akhir.

    Adapun berisyarat yang sering kita lihat adalah berisyarat dengan menggerakkan jari telunjuk disaat membaca dua kalimat syahadat saja. Hal ini merupakan isyarat yang tidak ada dasarnya dari sunnah nabi. Karena para sahabat tidak pernah meriwayatkan nabi melakukan gerakan yang demikian, cukuplah kita untuk melakukan yang diajarkan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya tanpa menambah dan menguranginya.

  2. Dalil Pensyariatan Berisyarat dengan TAHRIK (menggerak-gerakkan jari telunjuk) pada saat tasyahud
    Dari sahabat Waa-il bin Hujr, ia berkata: “Aku berkata (Waa-il bin Hujr) berkata, ‘sesungguhnya aku akan melihat bagaimana beliau shalat, maka akupun melihat ketika berdiri, beliaupun bertakbir dan mengangkat kedua tangannya hingga mencapai kedua daun telinganya, kemudian beliaupun meletakkan tangan kanannya di atas punggung dan pergelangan tangan kirinya, kemudian tatkala beliau hendak ruku’, beliaupun mengangkat kedua tangannya seperti sebelumnya, lalu ia ruku’ dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya, kemudian beliau mengangkat kepala dan juga kedua tangannya seperti sebelumnya, lalu beliau sujud dan beliau melatakkan kedua telapak tangannya sejajar dengan kedua telinganya, kemudian beliau duduk iftirasy di atas paha kirinya, dan menjadikan tangannya yang kiri di atas paha dan lututnya yang kiri pula, dan meletakkan ujung siku tangan kanannya di atas pahanya yang kanan, dan beliaupun membuat lingkaran (dengan jari tengan dan ibu jarinya) dan beliau mengangkat jari (telunjuknya), maka akupun melihat beliau menggerak-gerakkannya sambil berdo’a dengannya, kemudian aku datang setelah itu ketika cuaca dingin, maka aku melihat para sahabat yang tangan mereka bergerak dari bawah pakaian mereka.’” (Al-Musnad IV/318, Bukhari dalam Qurratul ‘Ainain bi Raf’il Yadain fish Shalah hal. 27 no. 30, Abu Daud 1/178, an Nasa’i 1/463, Ibnu Hibban V/170-171, Ibnu Khuzaimah I/234, Ad Darimi 1/230, Baihaqi II/189, Thabarani XXII/35, Ibnu Jarud no. 208). Hadits ini dishahihkan oleh para ulama dalam kitabnya, seperti Imam Al-Albani dalam kitabnya Sifat Shalat Nabi, Tamamul Minnah, shahih Sunan Abi Dawud, Shahih Sunan an Nasa’i, dan Irwaul Ghalil.

  3. Penjelasan hadits oleh para ulama
    1. Syaikul Islam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya Zaadul Ma’ad (I/238-239) beliau menjelaskan, pada hadits Waa-il bin Hujr tentang menggerakkan jari telunjuk ketika berisyarat dalam tasyahud, merupakan penetapan di dalam shalat, dan penetapan itu harus dikedepankan dari penolakan yang ada pada hadits lain, apalagi hadits tersebut telah dishahihkan oleh Abu Hatim (Ibnu Hibban) dalam kitab shahihnya, adapun hatits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abdullah bin Zubair, yang menyebutkan nabi berisyarat ketika berdo’a dan tidak menggerakkan jari telunjuknya, maka tambahan lafadz ini perlu diteliti keshahihannya, padahal Imam Muslim telah menulis hadits tersebut dalam kitab shahihnya dengan redaksi yang panjang, namun tidak disebutkan tambahan lafadz tersebut.
    2. Syaihk Ahmad bin ghunaim bin Salim An-Nafrawi Al-Azhari dalam kitabnya Al-Fawaakihud Dawaani (I/223-224) berkata: “Disunnahkan pada saat menegakkan jari telunjuk untuk berisyarat yakni dengan cara menggerak-gerakkannya ke kanan dan ke kiri atau dari atas dan ke bawah atau juga sebaliknya. Kemudian beliau melanjutkan perkataannya: Aku mengira (meyakini) takwil yang benar yakni alasan dari menggerak-gerakkannya adalah menghadirkan hari (konsentrasi) dalam shalat dan juga khusu’, selama hati masih konsentrasi, shingga ia dapat terhindar dari kealpaan dan selainnya.
    3. Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi (Guru besar di Masjid Nabawi Madinah) berkata: “Dalam risalahnya yang berjudul Min Sunnanil Huda Raf’ul Yadaini fid Du’a: “....menurut pendapat yang rajih (lebih kuat) di dalam masalah ini adalah berisyarat dengan telunjuk sambil menggerak-gerakkannya sebagaimana yang diikuti madzab Maliki yang berpegang pada hadits Waa’il bin Hujr. Dan kami melihat menggerak-gerakkan jari telunjuk tidaklah dengan cepat-cepat, tidak pula ke kiri dan ke kanan, tetapi ke atas dan ke bawah.” (lihat buku 20 Masalah Shalat hal. 35)
    4. Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddiqie dalam kitab Pedoman Shalat (hal. 160) berkata: “Nabi mengerakkan jarinya dalam berdo’a. Sifat ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad.” Pada halaman 162 ia berkata: “Kami memilih cara yang dikemukakan oleh Waa-il bin Hujr.
    5. Ustadz A. Hasan Bandung dalam kitabnya, Pengajaran Shalat (hal.234), menjelaskan bahwa pendapat yang kuat adalah berisyarat dengan menggerak-gerakkan jari telunjuk ketika do’a tasyahud. Kemudian beliau membawakan hadits Waa-il bin Hujr.
    6. Drs. Tamar Noer ( beliau adalah ustadz Thawalib Padang Panjang) berkata dalam kitabnya Cara Shalat Rasulullah (hal. 171-175) tentang cara tahiyyat awwal dan akhir, beliau berkata: “....jari telunjuk ditunjukkan ke arah tempat sujud dan digerak-gerakkan waktu mulai membaca tahiyyat sampai akhirnya.

Demikianlah keterangan dari beberapa ulama dan para da’i dalam tulisan dan buku-buku mereka, sehingga kita bisa memahami bahwa tahrik pada saat tasyahud ada dasarnya dari sunnah Rasulullah Saw., berdasarkan hadits Waa-il bin Hujr di atas, sehingga tidak ada celah bagi seseorang untuk mencela dan menbid’ahkan hal tersebut. Walaupun terdapat perbedaan pendapat para ulama tentang dua tatacara tasyahud sebagaimana yang telah kita sebutkan di awal pembahasan ini. Wallahu a’lam.

Abu Qatadah Al-Atsari

Maraji’:
  1. Kitab Tafsir Ibnu Katsir dalam hadits.
  2. Buku Petunjuk Bagi Mereka Yang Menolak Untuk Menggerakkan Jari Telunjuk Ketika Tasyahud. Karya Ibnu Saini. Penerbit Pustaka Abdullah, Jakarta. Cetakan I/Agustus 2004.

Recopy dari Buletin Al-Istiqamah Volume 11/Th.4/1427 H.

Comments

0 komentar :

Posting Komentar