Minggu, 11 Desember 2011

Rabab Pasisie, Bertahan di Tengah Gempuran Musik Global


Rabab Pasisie
Bertahan di Tengah Gempuran Musik Global

Di Pesisir Selatan (Pessel) menurut data Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga setempat, terdapat ratusan tukang rabab pasisie. Mereka berdomisili tersebar merata hampir di setiap kecamatan, mulai dari daerah Siguntuo, Koto XI Tarusan, hingga Lunang Silaut, perbatasan Pessel – Muko-Muko. Selain itu adalagi tukang rabab yang mengembangkan karier di luar Pessel.

Di antara mereka ada yang menjalani profesi sebagai tukang rabab secara profesional. Artinya, tukang rabab itu hidup dari hasil barabab dengan mengisi acara dari satu kegiatan ke kegiatan lain. Namun ada pula yang melakukannya sebagai pekerjaan sampingan atau sekedar hobi.

Banyaknya tukang rabab pasisie, menandakan tradisi rabab masih bertahan dan bahkan disebut masih menjadi tuan rumah di bumi rang pasisie tersebut. Disisi lain masyarakat Pesisir Selatan baik yang di kampung maupun perantauan masih menyukai musik ini. Artinya ada semacam dukungan.

Dukungan masyarakat kampun dan rantau diyakini sangat berhubungan dengan lestarinya rabab pasisie, lestarinya sebagai macam lagu dan irama rabab pasisie. Misalnya lagu anak balam, ratok si kambang, si kambang manih, dan raun sabalik-nya yang khas dan menarik semua level penikmat rabab tersebut.

Musik yang asli oleh tukang rabab dikembangkan pula lewat berbagai improvisasi, yaitu dengan memadukannya dengan suasa dan warna musik baru yang mengikuti selera kekinian. Maka tidak jarang didengar, gesekan biola diiringi gendang, diiringi musik remik. Lantas animo generasi muda untuk mewarisi rabab. Hal ini sangat ditentukan oleh latar belakang motivasi. Jika ditanyai motivasi tukang rabab belajar main rabab diawali dengan iseng-iseng sebagai pengisi waktu senggang, tapi pada akhirnya berubah menjadi tukang rabab profesional. Konsep pewarisan tradisi musk rabab berjalan seperti itu saja dari dahulu.

Lalu bagaimana dengan kesejahteraan tukang rabab? Kita bisa lihat, betapa Raja Rabab Pasisie, Pirin Asmara hampir sepanjang hayanya dilewatkan untuk melastarikan musik rabab. Hidup dan beraktivitas di dunia ini. Singkat kata, jika dikelola dengan baik, tukang rabab bisa hidup layak.

Selanjutnya sederata nama-nama yang juga telah menembus dapur rekaman. Belum lagi jika disebut tukang rabab di bawah generasi almarhum Pirin Asmara, meski belum beroleh kesempatan untuk rekaman, namun eksistensinya masih kelihatan dengan jelas, keberadaannya tetap diperhitungkannya. Paling tidak hal itu dibuktikannya dengan eksisnya mereka mengisi berbagai acara.

Apa yang mereka lakukan tidak terlepas dari keinginan untuk bertahan hidup dengan bekerja sebagai seniman rabab pasisie. Tidak heran pula jika di Pessel menjamur grup kesenian guna mewadahi keingin insan seni rabab.

Ancaman terbesar adalah serbuan aneka jenis musik modern. Dikhawatirkan ia akan menggilas musk rabab, generasi yang hidup dalam suasana modern dan membutuhkan suasana alam yang dinamis sepertinya enggan mewarisi tradisi musik rabab pasisie.

Tradisi musik rabab pariaman atau dendang pauah kini nasibnya diambang puanah karena kurangnya pewaris musik tersebut, maka kekhawatiraan itu juga hinggap dimusik rabab pasisie. Jika tidak cepat diselamatkan tidak mustahil rabab pasisi juga mengalami nasib yang sama.

Dinas Pariwisata dan instansi terkait dalam pembinaan aset budaya seharusnya perlu merancang strategi agar aset ini tidak tenggelam begitu saja ditengah berkembangnya berbagai bentuk musik.

Perlu juga dilakukan pembinaan berkesinambungan terhadap keberadaan kelompok-kelompok kesenian maupun individual yang aktif melangsungkan kegiatan seni rabab.

Musik rabab pasisie sebelum terjebak ke dalam bayang-bayang kepunahan seharusnya segera melakukan pengembangan kreatif, baik yang dilakukan oleh seniman atau kreativitas non-seniman tentu saja memakai filter Minangkabau. Semoga musik rabab tetap bertahan. (Laporan Haridman Kambang).


Dikutip dari Harian Umum “Haluan”. Edisi Minggu, 10 Juli 2011.

Comments

0 komentar :

Posting Komentar