Minggu, 22 Januari 2012

Bakambang Kato: "Palano Alia"


Bakambang Kato: “Palano Alia
Oleh A.S. Patimarajo


Maa tau ado urang nan mangecek sarupo kato-kato di bawah ko. Jan heran pulo dunsanak tantang arati kato-kato nantun. Sangek jauah tu mukasuiknyo. Ndak alang ka palang, kok tibo di tipak dek awak, tantulah ka sirah pangka talingo. Untuang-untuang jan ado nan basingguangan jo kito kato-kato nantun andaknyo. Cubo kito simak!

Ungkapan Minangnya:Palano Alia
Ungkapan Indonesianya:Pelana Licin
Arti Ungkapan:
Suatu kedudukan yang sangat rumit untuk diduduki. Seumpama kursi gubernur. Masa dahulu yang menjadi gubernur itu hanya orang Belanda. Sebab pemerintahan itu dinamai Hindia Belanda. Setelah mereka menjadi gubernur di Indonesia hanya delapan orang saja. Sebab, masa itu hanya ada delapan provinsi. Selanjutnya ada masa 27 gubernur, yang semuanya mesti memperoleh restu dari Jakarta. Setelah reformasi gubernur dipilih oleh DPRD dan tak mesti dikantongi pusat. Ini dicurigai rentan main uang. Tak lama berselang, gubernur dipilih oleh oleh rakyat, yang memerlukan kerja keras melobi massa. Kini ada pula wacana agar gubernur dipilih oleh DPRD kembali. Malah juga ada usulan agar gubernur ditetapkan saja oleh Jakarta seperti masa awal kemerdekaan. Sebenarnya, bagi yang tertulis di garis tangannya bakal menjadi gubernur, tentulah akan tetap jadi gubernur. Meski apa pun metode pemilihan yang akan diterapkan. Hanya saja kalau sering bertukar-tukar motode memilih pemimpin, alamat rakyat yang jenuh. Akhirnya mereka akan bosan dan bukan tak mungkin minta diperintah Raja Sipatokah atau Raja Sianggarai saja.... Selesai.

Arti lainnya:
Palano licin adalah pelana kuda yang terasa licin oleh si joki. Dalam berpacu kuda, konon masa dahulu, sangat sarat dengan magis. Bukan hanya kuda yang dilepas, tetapi beragam ilmu hitam pun dikeluarkan. Sehingga bagi kuda yang punya lari dalam kecepatan tinggi, akan sering menuai cobaan. Pelana kuda bisa dirasakan punggung belit oleh si Joki. Tidak hanya itu perasaan kuda pun serasa mendaki bukit sewaktu keliling lapangan. Sehingganya masing-masing pemilik kuda mesti punya dukun pengiring, untuk melawan serangan. Namun di masa tua kuda hebat itu tetap akan menarik bendi. Tak beda dengan pejabat, di masa pensiun akan mengasuh cucu.


Dikutip dari Koran Padang Ekspres Edisi Minggu, 1 Mei 2011.

Comments

0 komentar :

Posting Komentar